Jumat, 04 Oktober 2019

Bab.I, 3. Bertemu di usia setengah abad,

3.##, Bertemu di usia setengah abad, 

##, Reuni Pertama, setelah  33 tahun 



Nongkrong di cafe - gambar ilustrasi


Malam ini kami tengah nongkrong bersama beberapa teman ku yang dulu se angkatan dan sebaya. Rata - rata sekarang usia kami sudah kepala lima  setengah abad. Ya ! Lima puluh tahun. Kemaren kami memang sudah membuat  temu janji, untuk ngopi bareng, selepas sholat tarawih, malam ini. Di sebuah kafe di bilangan jalan Hijas.  Kami bertukar banyak cerita dan pengalaman hidup yang telah di lalui selama ini.  

Tiba - tiba saja salah satu sahabat kami kebetulan yang ini wanita,  nyeletuk,: " Kita bikin reuni aja yuk?" Reuni SMP angkatan kita. " kata nya melanjutkan.  Kontan ide ini disambut hangat oleh yang lain, dengan antusias. 

Dan seperti biasa dulu nya, urusan buat acara, pasti mereka akan mendaulat aku yang akan jadi panitia nya. Benar saja. Semua telunjuk mengarah kepada ku. 

Tentu saja aku tak mungkin mengelak. Rupa nya, sampai hari ini,sudah tiga puluh tiga tahun kami meninggalkan bangku SMP, belum pernah sekalipun mereka membuat acara reuni. 



Lagu Reuni - Kenangan Lalu

Singkat kata, aku bersama teman ku yang punya ide itu, segera mempersiapkan segala sesuatu nya untuk acara reuni, angkatan kami. Pilihan tempat jatuh di hotel Kartika, di tepian kapuas, bersebelahan dengan taman alun kapuas itu. 

Pemandangan nya memang cukup bagus, apalagi di malam hari. Aku segera mencari dan mengumpulkan nomor Hp yang bisa di hubungi, dan bersedia hadir, untuk acara buka bersama.

  Ada sekitar 15 orang yang sudah konfirmasi, dan menyatakan siap. Padahal kami dulu se angkatan, 70 orang jumlah nya.  Aku dan teman ku segera memesan kursi untuk 15 orang, sesuai yang sudah ter konfirmasi. Kami memilih tempatnya restoran di atas ponton yang mengapung. Indah sekali.

Sore ini acara buka bersama kami.

 Aku sudah pesan agar teman wanita kami ini, mau menjemput Nya. Aku ingin melihat nya. Setelah kami putus kontak, tahun dua ribu sebelas tempo hari. Enam tahun yang lalu. Apa kabar Nya sekarang? 



Gambar ilustrasi- Suasana Reuni

Kami membagi tugas, aku mempersiapkan tempat dan segala sesuatu nya,di hotel Kartika,  teman ku ini bertugas menjemput hadirin yang tak bisa diantar atau tak bisa datang   sendiri.,  khusus nya yang wanita. 

 Pukul lima sore, sudah hadir sekitar 12 orang, yang datang sendiri. Melihat gelagat nya, aku cepat mengambil keputusan untuk menggeser tempat dan meja kami yang hanya tersedia 15 kursi itu. 

Kutemui manager nya, dan kusampaikan bahwa kami harus pindah meja, karena kapasitas yang tersedia dengan yang datang tidak imbang. 

Syukurlah Manager nya segera mengambil langkah dengan menggeser tempat kemi ke teras panjang, sebelum tadi nya diatas ponton terapung,  yang memang ku pesan kemaren. 

Setengah jam menjelang buka puasa. Rombongan jemputan sampai di lokasi, ditambah beberapa teman kami yang lain yang tidak termasuk dalam daftar konfirmasi.  Ada sekitar 25 orang yang hadir waktu itu. 

Sepintas, Aku melihat Dia ada diantara salah satu nya. Tapi aku pura - pura sibuk, dan tidak memperhatikan kedatangan Nya. 

Salah satu teman ku nyeletuk : "Ini kenalkan panitia penyelenggara acara, kawan kite  yang datang dari Jakarta!". kata nya.

 Aku menoleh, dan sempat kulihat mata nya seperti terkejut dan terperangah. Ku sodorkan tangan untuk bersalaman dengan nya.
Lembut kusapa:' Apa kabar?' 
Dia menyahut :" Baik jak, "  
"Alhamdulillah". Syukurlah !' jawab ku lagi. 

Ketika mengucapkan kalimat itu, tangan lembut nya kugenggam agak keras, dan erat.  Aku ingin merasakan getaran nadi nya. 

Benar saja. Tangan nya terasa dingin.  Seperti es. Sejenak kami terpana. Rupanya Dia juga masih merasakan hal yang sama, tiap kali kami berjumpa. OOh Tuhan.! Maafkan kami. Ampuni kami. Jangan hukum kami karena perasaan ini. 



Buka Bersama -  Gambar ilustrasi

Aku kemudian mempersilahkan Dia mengambil tempat duduk nya. Kami kemudian membaca doa bersama, dengan di selingi kultum sebelum nya, dan acara buka bersama berlangsung khidmat malam itu.

 Sambil menyantap hidangan, kami bertukar cerita. 

Setelah selesai acara buka bersama, kami sholat magrib masing - masing di mushollah hotel Kartika. Dan ketika semua sudah kumpul kembali ke meja, kusampaikan bahwa kita  masih punya acara lanjutan, yaitu naik kapal wisata. Semua setuju dan terlihat sangat gembira, ... 

Kapal perlahan meninggalkan dermaga taman alun kapuas. Aku memilih berdiri dipinggir kapal, sambil melepas pandangan ke sungai kapuas. 

Berbagai perasaan berkecamuk di benak ku. Sesekali aku melihat nya. Dia masih tetap cantik, meski sudah usia  setengah abad. Kulit putih nya masih kelihatan sehat. Belum ada kerutan di wajah nya. 


Ditengah kapuas - Gambar ilustrasi

Sepanjang pelayaran, kami tak sempat bersambung kata.  Aku hanya melihat nya. Dan Dia hanya melihat Ku.

Tak ada kah lagi rasa itu? Sudah padam kah cinta nya?  Atau, kami sama -sama menjaga jarak. Seperti komitmen kami terakhir bertemu tempo hari, di Ramayana? Enam tahun yang lalu. 

Entahlah,!  Seperti biasa, aku tak mampu menebak jalan fikiran nya. Aku tak sanggup memahami gejolak hati nya. Apakah karena aku yang bodoh, atau karena Dia yang pintar bersandiwara menutupi perasaan Nya? 



Diatas Kapal Wisata -  Gambar ilustrasi

 Tapi memang inilah cinta kami. Seperti ini. Aku menyebut nya cinta gunung ber api. Cinta yang hanya kelihatan sedikit kabut nya. Kelihatan tenang di permukaan , tapi ada magma yang menggelegak di bawah sana. 

Magma yang panas nya ribuan derajat. Magma, yang jika kami tak sanggup mengendalikan nya, akan menyembur menjadi letusan dan memuntahkan   lahar panas. Membakar apa saja yang di lewati nya.

 Lahar yang akan menghancurkan rumah tangga, keluarga, nama baik, kehormatan, harkat dan martabat. Lahar panas yang akan membinasakan semua yang ada disekitar kami. Memang terlalu besar taruhan nya. 


 Tak ada yang mampu menggantikan mu

Biarlah kami merasakan nya berdua, tak perlu orang lain tau. Biarlah cinta ini tetap begini. Seperti ini.

 Jangan pandang kami dengan hina, karena demi kemuliaan lah, ini kami lakukan. Kami korbankan cinta kami, demi kebahagiaan keluarga kami. 

Biarlah hati kami hancur, asalkan nama baik keluarga kami tetap tak tercemar. Biarlah kami menderita sepanjang usia karena hidup dengan separoh hati dan separoh  jiwa , tak apa, asalkan hidup kami tak menjadi aib bagi keluarga, orang tua , masyarakat dan agama.



Kekasih Bayangan - Cakra Khan

  Biarlah kami tak dapat  bersatu, asalkan keluarga kami tetap utuh. Barangkali  inilah nasib cinta kami. 

Bukan karena dia tercipta bukan untuk ku, tapi karena dia sekarang bukan milik ku. Dan Aku bukan milik nya.

 Kami dibatasi tembok kokoh , tebal dan tinggi bernama : aturan agama, aturan sosial, aturan norma, nama baik, kehormatan,  harga diri, aturan moral dan nilai serta tatanan dalam agama dan masyarakat. 

Apalah arti nya kehidupan bagi kami, jika semua itu tak lagi kami miliki?   



Kami di batasi tembok yang kokoh, tebal, dan tinggi

Kami tak mau anak - anak kami, suatu hari, menyebut nama kami dengan perasaan hina dan benci, karena mereka merasa di tinggalkan pergi  oleh ayah atau ibu nya. 

 Apalagi  kami sampai lari dari pernikahan dan rumah tangga yang sudah mengikat kami. Yang sudah kami  jalani puluhan tahun lama nya. 

 Fikiran ku menerawang jauh, menembus kerlap kerlip lampu di pinggiran kapuas malam itu.

    Hingga tanpa terasa, kami telah kembali ke dermaga. 

Dan  Dia  bersama sepupu nya , mengucapkan trima kasih atas undangan ku, berpamitan pada kami semua, sebelum naik  ke atas mobil  jemputan, untuk pulang , dan menghilang di kejauhan.




Surat Cinta Hayati terakhir