Jumat, 04 Oktober 2019

BAB.I.1. Datang kembali ke Ponti

1.##,  Menjenguk Ibu  dari Jakarta
##, Melepas rindu empat tahun berpisah,



Zainudin dan Hayati - Tenggelamnya Kapal Vanderwijk


Hari ini aku telah mempersiapkan diri untuk berangkat ke Ponti. Kebetulan saat itu  bulan Ramadhan pertengahan tahun dua ribu tujuh belas.  Setelah sekitar empat tahun yang lalu, tahun dua ribu tiga belas,  aku menjenguk ibu ku, karena beliau sakit tempo hari.

 Ayahku sudah wafat, tahun dua ribu lima kemaren. Sekarang hanya tersisa Ibu ku disana. 

Waktu itu, aku kebetulan sedang tugas kerja di Samarinda. Setelah ku bereskan urusan, aku berangkat tempo hari, menjenguk beliau, dan membawa nya ke dokter  ahli. Hanya tiga hari  aku di ponti, hari jumat  datang  dan kembali ke samarinda,  pada hari minggu. 
Karena hari senin, banyak urusan yang harus ku tangani di Samarinda.

 Tempo hari di Samarinda, kami joint usaha jasa assist tongkang batu bara, yang saat itu cukup ramai. Tapi setelah di berlakukan nya moratorium, banyak pengusaha tambang batu bara gulung tikar. 

Ditambah kewajiban bangun smelter bagi perusahaan tambang, yang investasi nya mencapai trillyunan rupiah. 

Perusahaan kami juga terkena imbas nya, terpaksa melepas satu persatu dari lima armada tug boat kami, dan investasi nya dipindahkan ke bidang lain.  

Aku dengar penyebab lain nya, karena Afrika Selatan juga mengeluarkan batu bara dari tambang mereka. Kalori lebih tinggi, harga lebih rendah. Itu mungkin juga penyebab beberapa perusahaan tambang di Kaltim kehilangan kontrak dari buyer mereka. mungkin juga. 


Terlena - Ramona Purba, lagu Jadul

Hari ini, pukul setengah dua belas siang,  aku sudah mendarat di Supadio. Sebelum nya aku sudah menghubungi sepupu ku, agar dia mau menjemput ku di bandara.
 Syukurlah dia meluangkan waktu nya hari itu. 
 Kami segera menuju ke kota,. Hawa panas khatulistiwa yang cukup membakar, terasa berbeda bagi ku yang sudah cukup lama di Jakarta.

Hawa di jakarta panas, tapi tidak sampai membakar kulit. Hawa disini, jangan coba - coba.
 Dua puluh menit saja kita terpapar  panas langsung, kulit sudah berubah warna. Dari sawo matang, jadi sawo kematangan. Alias menghitam.
 Kusarankan, Gunakan tabir surya, jangan lupa, jika akan berkunjung ke negeri khatulistiwa ini. 




Mesjid Sultan Abdurrahman, di ambang pagi 

Empat tahun sudah lewat, sejak terakhir aku datang kesini. Rentang waktu yang cukup mengubah banyak hal. 

Bangunan baru, bandara baru, ruko dan toko baru, serta property baru yang tumbuh subur di kota ini, sejak sepuluh tahun terakhir.  Proyek perumahan memang jadi primadona di kota ini. Banyak pengembang berlomba - lomba membangun rumah.

  Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari bandara, sampailah ke rumah.

 Aku segera memeluk, merangkul,  dan mencium tangan dan kening ibu ku. Ku usap usap belakang nya. Kulihat ada air mata haru menetes dari mata yang sudah mulai keriput itu.
  Ibu ku sekarang sekitar tujuh puluh empat tahun usia nya.  Alhamdulillah, beliau masih sehat, dan hanya sering mengeluh persendian kaki nya yang ngilu, kalau berjalan jauh.   Serta pendengaran yang agak berkurang. Selebih nya normal saja.